12 Oktober 2013, 07:56 am.
Pesawat itu
mendarat dengan manisnya di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Sang gadis tak
henti berteriak histeris, matanya dengan rakus mentap indahnya Bali. Dalam
hatinya, ia yakin ini adalah liburan terbaiknya.
Faradisa, ialah
nama si gadis., masih terdiam termenung memandang kemegahan Bandara Ngurah Rai.
“Faradisa!!”
seru sang Ibu yang sudah berada jauh di depan putrinya.
Si empunya nama
terkejut setengah mati mendengar lengkingan yang biasa ia dengar setiap pagi,
untuk membangunkannya.
“Iya, Ma! Sori
sori!” jawab Faradisa, si gadis, tak kalah kencang dari lengkingan Ibunya. Hal
itu membuatnya menjadi pusat perhatian seisi berdiri. Semua orang serempak
melihat ke arahnya termasuk aku.
Aku yng saat
itu sedang asyik mendegarkan musik melalui MP4 pemberian tanteku, dan
menggunakan earphone saja, masih bisa dengan jelas mendengarnya. Bayangkan,
sekeras apa suaranya.
Ngomong-ngomong,
saat ini aku sedang berada di Bali untuk menjemput tanteku yang sedang berada
di Jepang untuk urusan pekerjaan. Dan pesawatnya akan transit di Bali.
Tapi, hikmah
yang bisa diambil ialah, aku jadi bisa ikut berlibur sebentar di Bali.
Biasanya, setiap beberapa bulan sekali, aku dan keluargaku akan pergi ke Bali
untuk menghadiri acar rutin keluarga dan yah…sekalian berlibur juga dong…
Hehehe
Namun, liburan
kemarin, aku dan keluarga tidak menghadiri acara keluarga rutin ini. Karena
kesibukkan proyek ayahku di Merak. Jadi kebetulan sekali tanteku transit
disini.
Kembali ke
gadis yang hingga saat ini masih menjadi fokusku. Ia sudah mulai berlari ke
arah Ibunya yang berada beberapa meter di depannya.
Tapi, tunggu!!!
Ia melupakan sesuatu. Tas jinjingnya! Terjatuh begitu saja.dan tampaknya gadis
itu tak menyadarinya. Begitupun orang-orang lain yang ada disini, semua sudah
kembali ke kesibukannya masing-masing.
Insting
menolongku muncul. Aku harus memberitahunya! Maka, aku berlari ke arah tas yang
tergeletak begitu saja di lantai bandara.
“Kak, mau
kemana? Jangan jauh-jauh nanti hilang!” seru Ibuku mengingatkan.
Aku
menghentikan lariku sebentar dan berbalik ke arahnya. “Sebentar, Mi!” lalu aku
melanjutkan lariku lagi.
Saat aku sudah
mendapatkan tasnya, aku pun mulai berlari mencari si gadis yang kini sudah
hilang dari pandangan.
Di tengah pencarianku,
sebuah tangan bedar khas bapak-bapak mencengkram pundakku. Karena faktor
terkejut, aku pun menjerit. Tapi bapak tersebut yang sepertinya adalah petugas
keamanan bandara, malah menatapku geram. Aku tidak merasa takut, akau malah
bingung setengah mati. Satpam ini menatapku seolah aku telah melakukan
kejahatan. Memangnya salahku apa?
“Pak! Bapak mau
apa, sih, narik-narik saya?!” ujarku padanya.
Satpam itu
malah tambah memelototiku. “Dari kecil saja sudah begini, bagaimana besarnya?
Kamu akan mencuri, kan? Ayo ikut saya!”
Aku terdiam,
terbengong, terkejut atas apa yang dikatakan satpam gendut berbulu itu. Niat
baikku malah berujung seperti ini. Hal terakhir yang kuingat sebelum aku pasrah
ditarik oleh satpam itu, ialah seruan seseorang. “Itu dia, Ma! Itu dia tasku!”
Syukurlah, gadis itu datang juga. “Lho, Pak? Dia mau dibawa kemana? Bapak gak
nuduh dia maling, kan?”
Satpam itu
terdiam, lalu aku angkat bicara. “Sebenarnya tadi aku berlari ingin mencari
kamu. Tapi keburu ditangkap.” ujarku murung.
“Terima kasih,
ya. Jadi bikin kamu begini. Ngomong-ngomong namaku Faradisa. Aku emang
ceroboh.”
“No probs. Aku Laila,” setelah berkenalan
dan bertukar kontak, kami kembali ke tujuan masing-masing. Namun, semenjak saat
itu, kami pun menjadi teman.
TAMAT
Cerita pengalaman, tugas Bahasa Indonesia.