Human, Girl, Daydreamer

Sunday, September 21, 2014

Faradisa


12 Oktober 2013, 07:56 am.
                Pesawat itu mendarat dengan manisnya di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Sang gadis tak henti berteriak histeris, matanya dengan rakus mentap indahnya Bali. Dalam hatinya, ia yakin ini adalah liburan terbaiknya.
                Faradisa, ialah nama si gadis., masih terdiam termenung memandang kemegahan Bandara Ngurah Rai.
                “Faradisa!!” seru sang Ibu yang sudah berada jauh di depan putrinya.
                Si empunya nama terkejut setengah mati mendengar lengkingan yang biasa ia dengar setiap pagi, untuk membangunkannya.
                “Iya, Ma! Sori sori!” jawab Faradisa, si gadis, tak kalah kencang dari lengkingan Ibunya. Hal itu membuatnya menjadi pusat perhatian seisi berdiri. Semua orang serempak melihat ke arahnya termasuk aku.
                Aku yng saat itu sedang asyik mendegarkan musik melalui MP4 pemberian tanteku, dan menggunakan earphone saja, masih bisa dengan jelas mendengarnya. Bayangkan, sekeras apa suaranya.
                Ngomong-ngomong, saat ini aku sedang berada di Bali untuk menjemput tanteku yang sedang berada di Jepang untuk urusan pekerjaan. Dan pesawatnya akan transit di Bali.
                Tapi, hikmah yang bisa diambil ialah, aku jadi bisa ikut berlibur sebentar di Bali. Biasanya, setiap beberapa bulan sekali, aku dan keluargaku akan pergi ke Bali untuk menghadiri acar rutin keluarga dan yah…sekalian berlibur juga dong… Hehehe
                Namun, liburan kemarin, aku dan keluarga tidak menghadiri acara keluarga rutin ini. Karena kesibukkan proyek ayahku di Merak. Jadi kebetulan sekali tanteku transit disini.
                Kembali ke gadis yang hingga saat ini masih menjadi fokusku. Ia sudah mulai berlari ke arah Ibunya yang berada beberapa meter di depannya.
                Tapi, tunggu!!! Ia melupakan sesuatu. Tas jinjingnya! Terjatuh begitu saja.dan tampaknya gadis itu tak menyadarinya. Begitupun orang-orang lain yang ada disini, semua sudah kembali ke kesibukannya masing-masing.
                Insting menolongku muncul. Aku harus memberitahunya! Maka, aku berlari ke arah tas yang tergeletak begitu saja di lantai bandara.
                “Kak, mau kemana? Jangan jauh-jauh nanti hilang!” seru Ibuku mengingatkan.
                Aku menghentikan lariku sebentar dan berbalik ke arahnya. “Sebentar, Mi!” lalu aku melanjutkan lariku lagi.
                Saat aku sudah mendapatkan tasnya, aku pun mulai berlari mencari si gadis yang kini sudah hilang dari pandangan.
                Di tengah pencarianku, sebuah tangan bedar khas bapak-bapak mencengkram pundakku. Karena faktor terkejut, aku pun menjerit. Tapi bapak tersebut yang sepertinya adalah petugas keamanan bandara, malah menatapku geram. Aku tidak merasa takut, akau malah bingung setengah mati. Satpam ini menatapku seolah aku telah melakukan kejahatan. Memangnya salahku apa?
                “Pak! Bapak mau apa, sih, narik-narik saya?!” ujarku padanya.
                Satpam itu malah tambah memelototiku. “Dari kecil saja sudah begini, bagaimana besarnya? Kamu akan mencuri, kan? Ayo ikut saya!”
                Aku terdiam, terbengong, terkejut atas apa yang dikatakan satpam gendut berbulu itu. Niat baikku malah berujung seperti ini. Hal terakhir yang kuingat sebelum aku pasrah ditarik oleh satpam itu, ialah seruan seseorang. “Itu dia, Ma! Itu dia tasku!” Syukurlah, gadis itu datang juga. “Lho, Pak? Dia mau dibawa kemana? Bapak gak nuduh dia maling, kan?”
                Satpam itu terdiam, lalu aku angkat bicara. “Sebenarnya tadi aku berlari ingin mencari kamu. Tapi keburu ditangkap.” ujarku murung.
                “Terima kasih, ya. Jadi bikin kamu begini. Ngomong-ngomong namaku Faradisa. Aku emang ceroboh.”
                No probs. Aku Laila,” setelah berkenalan dan bertukar kontak, kami kembali ke tujuan masing-masing. Namun, semenjak saat itu, kami pun menjadi teman.
TAMAT 


Cerita pengalaman, tugas Bahasa Indonesia.

Read More

© Teenager Story❦, AllRightsReserved.