Human, Girl, Daydreamer

Sunday, April 5, 2015

Resensi Novel Angkatan 20-30 (Azab dan Sengsara)



                                       Identitas Buku

Judul Buku        : Azab dan Sengsara
Karya               : Merari Siregar
Penerbit            : Balai Pustaka, terbitan XVII, 2000
Angkatan          : 20-an
Jumlah halaman : 124 halaman

Unsur-unsur intrinsik Novel   


a.Tema

Adat dan kebiasaan yang kurang baik di tengah-tengah masyarakat dapat membawa azab dan sengsara.                                              

b. Tokoh

Mariamin : Baik, pengiba, rajin, ramah, penyabar, dan pemaaf
Aminu’ddin : Baik, rajin, pengiba, pandai, dan berbakti.
Sutan Baringin atau Ayah Mariamin : Pemarah, malas, tamak, angkuh, dan bengis.
Nuria atau Ibu Mariamin : Penyabar, sederhana, setia, dan pengiba
Baginda Diatas atau Ayah Aminu’ddin : Baik, rajin, dan bijaksana.
Ibu Aminu’ddin : Baik, pengiba, dan setia.
Kasibun : Jahat, bengis, pandai dalam tipu daya, buas, dan ganas
Marah Sait : Jahat, dan suka menghasut

c. Latar

Waktu     : Senja, malam hari, pagi hari, siang hari, dalam perjalanan pulang dari sawah, hari Jum’at
Tempat    : Di atas batu besar di sebelah rusuk rumah dekat sungai sipirok, di dalam rumah Mariamin, rumah Aminu’ddin di kampung A, di sawah, di pondok, di jalan, di stasiun, di rumah kerabat Aminu’ddin di Medan, di perahu, di rumah Kasibun di Medan, dikantor polisi, dan tempat peristirahatan terakhir Mariamin selama-lamanya (di kuburan).

d. Amanat
  • ·     Janganlah menjadi orang yang serakah
  • ·     Jangan mengambil hak milik orang lain
  • ·     Tabahlah dalam menghadapi segala cobaan
  • ·     Adat dan kebiasaan yang kurang baik sebaiknya di hilangkan agar tidak menyengsarakan bagi orang yang menjalankannya.
  • ·     Jangan mengambil hak milik orang lain

e. Alur Campuran

Pengenalan tokoh, di waktu senja, saat Aminu’ddin berpamitan pada Mariamin hendak pergi ke medan untuk mencari pekerjaan, kemudian menceritakan saat Mariamin dan Aminu’ddin masih kanak-kanak dan orang tua dan keduanya dari sejak menikah kemudian kembali menceritakan Aminu’ddin yang telah berada di medan dan memperoleh pekerjaan, selanjutnya Aminu’ddin menikah dengan gadis lain pilihan ayahnya, setelah dua tahun Mariamin pun menikah dengan orang yang tidak dikenalnya, pernikahannya tidak bahagia dan Mariamin pun bercerai dan kembali ke negerinya sampai ia meninggal dan dikubur di Sipirok kota kelahirannya.

f. Sudut Pandang

Sudut pandang novel ini adalah orang ketiga

g. Gaya Penulisan

Gaya Penulisan dalam Novel Azab dan Sengsara mempergunakan bahasa melayu dan juga banyak sekali mempergunakan majas khususnya majas metafora dan personifikasi yang memberikan kesan lebih indah didalam melukiskan suasana dalam novel tersebut.


Sinopsis

Suatu keluarga mempunyai dua orang anak, seorang bernama Tohir (setelah dewasa bergelar Sutan Baringin), dan seorang lagi perempuan, adik Sutan Baringin yang kemudian menikah dengan Sutan di atas, seorang Kepala Kampung A dari Luhak Sipirok, dan mempunyai seorang anak tunggal laki-laki bernama Aminu'ddin.
Ayah Sutan Baringin bersikap keras dalam mendidik sutan Baringin, dan sikap ini bertentangan dengan istrinya yang selalu memanjakan Sutan Baringin. Apapun yang diminta Sutan Baringin  selalu dipenuhi. Akibatnya,setelah dewasa ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang angkuh, bertabiat buruk, serta suka menghambur-hamburkan harta orang tuanya. Kedua orang tuanya menikahkan Sutan Baringin dengan Nuria, seorang wanita yang berbudiluhur pilihan ibunya. Namun, kebiasaan buruk Sutan Baringin tetap dilakukannya sekalipun ia telah berkeluarga. Ia tetap berfoya-foya menghabiskan harta benda kedua orang tuanya, bahkan ia sering berjudi dengan Marah Sait, sahabat karibnya. Ketika ayahnya meninggal, tabiat buruknya semakin menjadi-jadi. Bahkan ia tidak sungkan-sungkan untuk menghabiskan seluruh harta warisan untuk berjudi. Akibatnya, hanya dalam waktu sekejap saja, harta warisan yang diperolehnya terkuras habis. Ia pun jatuh miskin dan memiliki banyak utang. Dari perkawinannya dengan Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak, yang satu adalah perempuan bernama Mariamin, sedangkan yang satunya lagi laki-laki. Mariamin sangat menderita akibat tingkah laku ayahnya. Ia selalu dihina oleh warga kampung, karena hidupnya sengsara, cinta kasih wanita yang berbudi luhur ini dengan Aminu’ddin pun mendapat halangandari kedua orang tua Aminu’ddin.

Persahabatan Aminudin dan Mariamin terjalin semenjak masa kanak-kanak. Menginjak remaja, hubungan keduanya beranjak menjadi hubungan percintaan. Aminu’ddin hendak mempersunting Mariamin. Ia mengutarakan niatnya pada kedua orang tuanya. Ibunya tidak keberatan, tersebab ayah Mariamin, Sutan Baringin, adalah kakak kandungnya.

Namun, ayah Aminu’ddin, Baginda Diatas berpandangan berbeda. Mariamin tak layak untuk menikah dengan putranya.

Sebagai kepala kampung yang kaya dan disegani di daerah Sipirok ia merasa derajat sosialnya akan direndahkan apabila anaknya menikah dengan anak dari almarhum Sutan Baringin; bangsawan kaya raya yang jatuh miskin akibat boros dan serakah itu. Baginda Diatas menginginkan anaknya menikah dengan anak bangsawan kaya yang terhormat. Ia pun menyusun siasat untuk menggagalkan pernikahan Aminu’ddin dengan Mariamin dengan melibatkan seorang dukun.

Demikianlah, Baginda Diatas mengajak istrinya menemui dukun itu untuk meminta pertimbangan atas peruntungan anaknya kelak jika menikah dengan Mariamin. Dukun yang sebelumnya telah dibayar untuk menjalankan siasat Baginda Diatas itu meramalkan jika Aminu’ddin menikah dengan Mariamin maka hidupnya tidak akan bahagia. Istrinya pun termakan ramalan palsu itu. Mereka membatalkan niat untuk menikahkan anaknya dengan Mariamin. Sebagai ganti, mereka meminang anak gadis dari keluarga kaya yang sederajat kebangsawanan dan kekayaannya dengan baginda Diatas.

Aminu’ddin yang telah bekerja sebagai pegawai rendah di Medan begitu berbunga-bunga hatinya, ketika sebuah telegram dari ayahnya sampai kepadanya. Ayahnya menjanjikan akan mengantar calon istrinya ke medan. Namun, betapa kecewa ketika yang mendapati bahwa calon istri yang diantarkan oleh ayahnya itu bukanlah Mariamin. Sifat Kepatuhan kepada orang tua yang dimiliki Aminu’ddin membuat ia tiada mungkin menolak pernikahannya dengan gadis itu. Dengan hati luka, Aminu’ddin mengabari Mariamin melalui surat. Mariamin menerima surat itu dengan perasaan kecewa. Namun, apa boleh buat? Aminu’ddin telah memilih untuk menerima gadis yang dipilihkan oleh orang tuanya.

Satu tahun setelah peristiwa itu, ibunda Mariamin menjodohkan anaknya dengan Kasibun, lelaki yang tiada jelas benar asal usulnya. Kasibun mengaku bekerja sebagai kerani di Medan. Ibunya berharap, pernikahan anaknya dengan Kasibun akan mengurangi beban penderitaan mereka. Belakangan barulah diketahui Kasibun ternyata telah beristri, dan menceraikan istrinya itu sebab ingin menikahi Mariamin.

Kasibun membawa Mariamin ke Medan. Namun, penderitaan yang diderita Mariamin tidak kian berkurang. Kasibun memiliki penyakit kelamin. Sebab itu Mariamin sering menghindar ketika diajaknya behubungan intim. Pertengkaran demi pertengkaran tak dapat lagi dihindarkan. Kasibun tak segan-segan main tangan kepada istrinya.

Suatu ketika, Aminu’ddin datang bertandang ke rumah Kasibun, dengan tiada disengaja berjumpa dengan Mariamin. Pertemuan yang sesungguhnya berlangsung secara wajar antara kekasih lama itu membangkitkan cemburu di hati Kasibun. Lelaki itu menghajar Mariamin sejadi-jadinya. Kesabaran Mariamin yang telah melampaui batas, membuat Mariamin melaporkan hal itu ke kantor polisi. Ia melaporkan segala keburukan yang telah dilakukan oleh suaminya pada polisi. Dan polisi pun kemudian memutuskan bahwa Kasibun harus membayar denda sekaligus memutuskan tali perkawinannya dengan Mariamin.
Setelah resmi bercerai dengan Kasibun, dia kembali ke kampung halamannya dengan hati yang hancur. Kesengsaraan dan penderitaan batin serta fisiknya yang terus mendera dirinya menyebabkan ia mengalami penderitaan yang berkepanjangan hingga akhirnya ajal datang merenggut nyawanya.
      Pendekatan Didaktis
Pendekatan didaktis berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan maupun sikap itu dalam hl ini akan mampu terwujud dalamdalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis, sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca. Nilai-nilai yang terdapat dalam novel Azab dan Sengsara diantaranya:
1.      Nilai Moral
                        Dari novel Azab dan Sengsara ini terdapat beberapa nilai moral  yaitu kepatuhan seorang anak kepada orang tuanya. Mariamin contohnya. Ia sangat berbakti pada ibunya. Dengan sabar dan ikhlas ia merawat ibunya yang sakit parah. Ia tak sedikit pun menyakiti hati ibunya dengan memperlihatkan rasa sedihnya karena ditinggal oleh Aminuddin. Selain itu, ia juga bekerja untuk membantu ekonomi keluarganya. Hal tersebut memperlihatkan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang anak. Begitu pula ketika ibunya menginginkannya untuk menikah dengan seorang kerani yang bernama Kasibun, Mariamin tidak berani menolak karena tidak ingin menyakiti hati ibunya. Rasa patuh itu pun diperlihatkan oleh Aminuddin, ia yang sangat menginginkan Mariamin menjadi istrinya terpaksa harus menikahi gadis lain, karena ayahnya tidak menyetujui jika ia menikah dengan gadis yang status sosialnya tidak sepadan dengan keluarganya.
            Nilai moral lain yaitu isteri yang sangat berbakti dan mencintai suaminya apa adanya yang diperlihatkan oleh Nuria ibunda Mariamin. Ia tetap dengan tulus mencintai Sultan Baringin padahal perangai Sultan Baringin sangat buruk dan bahkan sering manyakiti hatinya. Dalam keadaan melarat pun ia masih tetap mencintai suaminya itu, merawatnya disaat sakit hingga ajal menjemputnya.
            Selain itu adik Sutan Baringin yang bernama Baginda mulia juga memperlihatkan kepada pembaca tentang nilai moral. Ia sangat menghormati kakaknya, padahal Sultan Baringin sangat membencinya dan bahkan menuduhnya ingin merebut harta warisan tinggalan neneknya. Ia pun tak begitu saja membenci kakaknya itu, ia berusaha agar Sultan Baringin dapat menerimanya dan tidak menuduhnya ingin merebut harta warisan. Namun kakaknya yang keras dan tetap menuntut agar diproses secara hukum.
      2.      Nilai Agama
            Sebagai seorang umat yang beragama, ketika menghadapi cobaan hidup kita harus tetap bersabar, berusaha menghadapinya dengan tabah, dan bertawakal kepada Allah. Hal ini tercermin pada novel ini. Mariamin yang selalu mendapatkan sengsara karena kehidupan yang melarat, tidak bisa bersatu dengan kekasihnya, serta memperoleh suami yang jahat. Ia tidak sekali pun menyalahkan Tuhan karena telah memberikan cobaan yang berat. Begitu juga dengan ibunda Mariamin yang senantiasa sabar dan tabah dalam menghadapi suaminya yang selalu menyakitinya dengan ucapan maupun perbuatan yang kasar. Ia juga tidak sekali pun menyalahkan nasib.
      3.      Nilai Budaya
            Nilai budaya yang menonjol pada novel ini yaitu adat masyarakat Sipirok waktu itu masih sangat kental akan adat melayu. Masih jelas sekali adanya perjodohan. Dalam hal perjodohan ini pun masih ada aturan yang berlaku, yaitu anak orang terpandang haruslah menikah dengan anak orang terpandang pula. Kemudian masyarakat yang masih sangat menghormati Kepala Kampungnya. Kepala kampung dianggap sebagai orang yang sangat tinggi kedudukannya.
      4.      Nilai Pendidikan
            Nilai pendidikan yang dapat kita petik dari novel Azab dan Sengsara yaitu anak haruslah patuh pada kedua orang tua dan menuruti apa kata mereka selama itu bukan perbuuatan maksiat. Selain itu bahwa kita harus belajar untuk dapat bersabar karena orang yang bersifat baik belum tentu merasakan hidup yang baik pula.
5. Nilai Sosial
Dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, penggambaran hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat sangat jelas. Hubungan sosial tersebut meliputi sikap tolong-menolong, saling menghargai dan menghormati sesama manusia, peraturan-peraturan adat dalam pernikahan, dan sebagainya.
Sikap tolong-menolong ditampakkan oleh tokoh Aminuddin ketika menolong Mariamin yang terjatuh di sungai. Saat itu, keduanya sedang meniti jembatan untuk menyeberangi sungai, namun naas bagi Mariamin karena terjerumus masuk sungai yang arusnya deras. Dengan sigap, Aminuddin melompat hendak menolong Mariamin. Sikap yang digambarkan oleh Aminuddin ini merupakan sikap yang mencerminkan hubungan sosial yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.
Sikap suka menolong juga ditampakkan oleh tokoh Aminuddin di sekolah. Dia sering membantu teman-temannya mengerjakan tugas-tugas yang dianggap susah. Walaupun Aminuddin pernah dimarahi oleh gurunya karena membantu temannya mengerjakan tugas, namun akhirnya gurunya menyadari bahwa sikap yang dilakukan oleh Aminuddin semata-mata untuk membantu sesama.
Masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggal Aminuddin pun memiliki sikap suka menolong. Hal ini terlihat saat seorang ibu melahirkan anaknya ketika ditinggal pergi oleh suaminya. Dalam keadaan yang serba kekurangan itulah, masyarakat membantu sang ibu, baik dari segi materi maupun mengurus rumah tangga karena sang ibu tidak dapat lagi berbuat apa-apa.

6. Nilai Kekeluargaan
Nilai-nilai kekeluargaan juga tergambar jelas dalam hubungan pernikahan. Masyarakat Batak yang menjadi latar tempat novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini sangat menjunjung tinggi adat yang sudah dilestarikan dari nenek moyang. Hal yang sangat kental dalam adat pernikahan adalah persukuan (marga). Masyarakat Batak tidak akan menikah dengan marga yang sama karena masih dianggap sebagai saudara. Dalam hal pernikahan, mereka akan mencari jodoh pada marga yang lain.
Secara kuantitas, peraturan-peraturan pernikahan ini akan memperluas kekerabatan masyarakat Batak. Mereka tidak hanya mengenal sesama marga, tetapi akan berupaya mengenal masyarakat dari marga lain. Hubungan pernikahan inilah yang menjadi penyambung komunikasi antara satu marga dengan marga lainnya.
Selain sikap tolong-menolong, dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini digambarkan pula sikap saling menghargai dan menghormati sesama. Hal ini dapat dilihat saat Baginda Diatas berkunjung ke rumah Mariamin. Walaupun Baginda Diatas telah melukai hati Mariamin, namun Mariamin tetap menjamu Baginda Diatas sebagaimana layaknya seorang tamu.
Masyarakat Batak akan selalu berupaya untuku tetap menyambung tali silaturahmi. Konflik yang pernah terjadi antara keluarga Aminuddin dan keluarga Mariamin seakan tidak pernah terjadi. Keluarga Mariamin menerima Baginda Diatas (ayah Aminuddin) dengan ramah-tamah. Begitu pula sebaliknya, Baginda Diatas memberikan bantuan kepada keluarga Mariamin karena tergolong keluarga miskin.
Hubungan silaturahmi ini jelas sekali tergambar ketika Aminuddin berkunjung ke rumah Mariamin di Medan setelah mendapatkan berita bahwa Mariamin telah menikah dan tinggal di Medan bersama suaminya. Aminuddin mengunjungi Mariamin karena dianggap sebagai saudara sekampung.
       Pendekatan Historis
Pendekatan historis menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan yang melatar belakangi masa terwujudnya prosa fiksi yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan penciptaan  maupun kehidupan sastra itu sendiri pada umumnya dari zaman ke zaman.

0 comments:

Post a Comment

© Teenager Story❦, AllRightsReserved.