I
want you bad.
Begitulah update terakhir
di linimasa akun twitter Laisa, yang baru ia buat semalam. Rafiq mengerenyitkan
dahinya. Merasa ada sensasi aneh dalam dirinya. Seperti, berharap. Berharap tweet itu untuknya mungkin?
***
Entah apa yang menggerakkan dirinya. Namun pagi ini, Laisa
memutuskan untuk segera membuka akun twitter-nya. Beberapa saat kemudian ia
baru menyadari bahwa ia telah mendarat di profil orang lain—bukan dirinya.
Profil Rafiq.
“Geez. Ngapain sih gue segala ngestalk.”
Namun bukannya berhenti, ia
memilih untuk melanjutkannya. Ada sesuatu di dalam dirinya yang memaksanya
untuk tetap melanjutkan aksi itu.
Fuckin same here, girl.
Ada sesuatu aneh yang ia
rasakan. Ia tahu, bahkan Rafiq tak mungkin meluangkan beberapa detik berarti
dalam hidupnya untuk sekedar membaca tweet-nya,
apalagi membuat semacam balasan—secara tidak langsung. Lagipula, Rafiq tidak
menyukainya kan? Namun…
“Berharap sedikit aja nggak
salah, kan?” gumamnya dan segera menutup aplikasi berlogo burung biru itu. Ada
banyak hal yang perlu ia lakukan hari ini daripada sekedar tertahan menatap
layar laptop hanya untuk memandang profil seseorang yang bahkan tidak menyadari
bahwa ia ada.
***
I wanna make you feel wanted.
Lagi, kicauan Rafiq di twitter membuat setengah diri Laisa menggila.
Bisa saja itu hanya tweet iseng, bisa
saja Rafiq tidak membuat tweet itu
untuknya. Namun, sekali lagi. Berharap sedikit saja tidak salah kan?
Setelah seharian penuh mencoba
menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan, malamnya Laisa harus pasrah dalam
kendali bayang-bayang Rafiq. Laisa tidak mengerti, bagaimana pesona Rafiq bisa
mengacaukan seluruh harinya? Bahkan seharian penuh yang sudah ia jadwalkan
rapih-rapih untuk mengalihkan pikirannya dari Rafiq, berakhir kacau setelah ia
tidak sengaja mendengar obrolan beberapa gadis yang menyelipkan nama Rafiq di
dalamnya. Akibatnya, spanduk yang sudah terpasang pas, harus jatuh menimpa
orang-orang di bawahnya. Ini dikarenakan Laisa yang berjalan meleng sehingga
mengacaukan hampir seperempat dari lapangan yang sudah didekorasi.
Hari Minggu ini, beberapa
anggota OSIS dan siswa sukarela lain memiliki agenda untuk mendekorasi sekolah
dan mempersiapkan kepentingan lainnya untuk salah satu event sekolah yang
sangat ditunggu-tunggu. Pentas karya seni atau di sekolah ini lebih dikenal
dengan istilah “Pensi HaQata”
Laisa, sebagai salah satu siswi
yang cukup populer di sekolah, dengan sukarela turut membantu. Daripada harus
seharian nelangsa di rumah, ia yakin, dalam dua jam saja otaknya takkan berfungsi
lagi. Bayang-bayang Rafiq seperti virus yang sudah meracuni motherboard dari otak Laisa.
Belum lagi senyumnya yang sangat
mengundang lebah itu. Manis. Tak tertahan.
Oh, astaga! Bagaimana kata-kata
itu bisa keluar dari mulut seorang Laisa? Pasti ia sudah gila. Sangat gila.
Yah, sebenarnya acara
dekor-mendekor itu hampir seratus persen berjalan lancar sesuai rencana. Kalau
saja, Laisa tidak perlu menjatuhkan salah satu spanduk yang telah terpasang.
Drrt..drrt..
Telepon genggamnya bergetar. Nomor tak dikenal. Laisa sangat malas
meladeninya. Bukan bermaksud sombong atau apa, namun sudah berkali-kali
beberapa nomor tak dikenal menghubunginya. Mengganggunya.
Saat Laisa baru akan mengunci
layar handphone-nya kembali, sesuatu
mengusik hatinya. Isi pesan dari nomor itu adalah,
Lais?
Lais? Belum pernah ada temannya
yang memanggilnya dengan cara itu. Hanya ayahnya. Bahkan, ibunya saja tidak
pernah. Lalu, ini siapa?
Ya? Ini siapa?
Sent. Balasan terkirim. Tak
lama, terasa getaran kembali.
Rafiq, hehe
Deg! Jantungnya berhenti sejenak. Lalu bergetar tak karuan kemudian.
Gila, ini gila. Hanya gara-gara pesan singkat dari seorang Rafiq, jantungnya
sudah berkontraksi gila-gilaan. Lagipula, benarkah ini Rafiq?
Laisa bingung harus membalas
apa. Hal bodoh lain yang ia lakukan adalah, memilih terlelap daripada membalas
pesan singkat itu. Bodoh.
***
This is copyright by me. Anti plagiarism. Thank you :)
0 comments:
Post a Comment